Saat Cinta Selalu Pulang
Aku adalah Reno Pribadi. 23 tahun,
tampan dan masih proses menuju mapan. Hari ini genap 3 tahun aku menyandang
predikat jomblo. Memandang kalender yang sudah penuh dengan lingkaran setiap
tahunnya. Aku tak patah semangat dan merasa kesepian karena selalu ada Bryan
yang mewarnai hari-hari ku. Mirisnya, aku selalu sarapan berdua setiap paginya
berbeda dengan pasangan muda lainnya. Kadang disitu aku merasa sedih. Sehingga
suatu ketika, aku menemukan sesosok bidadari di kampus.
Dita, tentu saja Dita adalah nama
gadis yang selalu aku pikirkan. Ia adalah mahasiswi baru di kampus kami, tak
banyak mata lelaki yang terpaku padanya. Tetapi aku sudah tertanam begitu
dalam. Sejak pertemuan kami yang tidak disengaja itu, aku selalu membayangkan
senyumannya. Namun ternyata semua tak semudah itu. Sahabatku semakan dan
pastinya juga seminum, Bryan juga menyukai Dita. Tentunya hal ini membuatku
berpikir ulang untuk memilih antara Bryan dan Dita. Ternyata hanya aku yang
berpikir. Sedangkan Bryan langsung to the
point kepada ku kalau dia menyukai Dita. Aku marah juga sekaligus menyesal.
Mengapa tidak aku saja yang memulai? Aku terlalu memikirkan perasaan Bryan,
hingga sekarang aku menyimpan atau harus mengubur semuanya.
“Ren, aku ke kelas Dita dulu ya!”
seru Bryan.
Bagaimana mungkin aku bisa bersaing
dengan sahabat ku sendiri? Aku hanya tersenyum seolah aku bahagia melihatnya sedang
berjuang. Suatu malam aku berpikir. Hal ini tidak bisa berlangsung lama, aku
harus bisa memperjuangkan apa yang hatiku katakan. Perlahan aku mulai mencari
tahu tentang Dita dari berbagai sumber. Mulai dari mencari akun Facebooknya, dan
mengorek informasi dari Bryan. Setelah mengumpulkan berbagai info, tekadku
untuk dekat dengan nya semakin bulat. Aku semakin bersemangat melancarkan misi
pergerakan bawah tanah ku dari Bryan.
Setiba dikampus, aku memberanikan
diri untuk berbincang pagi dengan Dita. Sekedar basa-basi menanyakan keadaan
kampus dan juga keadaannya serta kedekatannya dengan Bryan. Namun sepertinya ia
salah mengartikan, ia merasa aku mendukung kedekatannya dengan Bryan, terlihat
dari mereka yang semakin hari semakin akrab. Kadang aku kembali berpikir untuk
meneruskan atau menghentikan perjuanganku, terlalu lemah jika aku harus
berhenti sebelum aku mengetahui hasil yang sebenarnya. Niat ku sekarang tak
sebulat dulu, sebagaimana aku tak sesemangat dulu saat mengenang dan mengingat
wajahnya karena selalu ada bayangan Bryan yang merusak khayalanku. Aku kesal
pada diriku sendiri, menyesali hati yang selalu memendam sejak dulu.
Aku masih berharap ada keajaiban
yang memberikan kejelasan antara aku, Bryan, dan Dita. Ketika memikirkan tentang
itu, kampus mulai ramai. Aku yang pada dasarnya tidak menyukai keramaian
terlihat santai dan biasa saja. Bryan mendatangi ku.
“ Ren, cepat ke bawah sekarang!”
tarik Bryan.
“ memangnya kenapa? Ada ajang
katakan cinta? Aku tidak berminat.” Acuh
Reno.
Ternyata kampus kami kedatangan
mahasiswi baru lagi. Memang lebih putih dari Dita. Tetapi auranya tidak
tertangkap oleh ku. Aku kembali ke kelas dengan kegundahan yang belum terjawab.
Menunggu Bryan untuk pulang bersama membuat ku merasa haus dan lapar. Aku
memutuskan untuk menunggunya di kantin. Terlihat ada seorang perempuan dan dua
orang lelaki disana. Aku mengambil meja yang paling sudut dan membaca buku
sambil menunggu makanan sampai. Perempuan yang aku lihat tadi menghampiri ku
dengan membawa makanan dengan niat untuk duduk semeja dengan ku. Aku
memindahkan tas seolah mengizinkannya untuk bergabung.
“ permisi, aku tidak nyaman disana.”
ujarnya lembut.
“ semoga kau menemukan kenyamanan
disini.” sahut ku.
Perlahan
aku mengamati dirinya, melihat dari liontin kalungnya. Ternyata namanya adalah
Emyla. Dia terlihat begitu ceria. Tetapi aku memperlihatkan ekspresi biasa agar
dia tidak caper. Ketika makanan
sampai, aku langsung makan tanpa basa-basi dengannya. Sedangkan ia
memperhatikan ku seolah ingin mengajak mengobrol. Setelah usai pun, Bryan tepat
menjemputku di kantin. Aku sama sekali tidak mengajaknya bicara, dan Bryan tentu
saja berpamitan seolah sudah kenal lama.
Setiba di rumah, aku mulai berpikir.
Sekarang sudah ada Emyla. Apakah perjuanganku untuk Dita harus aku putar setir
memperjuangkan Emyla. Memang aku belum pasti menyukai Emyla. Tetapi jika Bryan dan Dita benar-benar
sudah terikat komitmen, aku tidak mungkin terus memperjuangkan rasa ku. Hati
dan pikiranku mulai tidak sejalan. Aku mulai menetralkan hati dan pikiran ku
untuk tidak berat kepada salah satunya.
Pagi ini berbeda, aku berangkat ke
kampus sendiri tanpa ditemani Bryan. Aku sudah menduga kalau Bryan berangkat
bersama Dita. Aku bertemu dengan Emyla di jalan. Melihatnya sendiri, tentu
nurani ku sebagai lelaki muncul untuk mengajaknya berangkat bersama. Dengan
raut wajah yang biasa, aku menawarkan tumpangan seadanya.
“ kalau tidak ingin sendiri, kamu
boleh naik di belakang.” dengan gaya cuek Reno.
“ tentu saja, dari tadi aku menunggu
ojek.” ujar Emyla ketus.
Saat
kami menuju kampus, benar saja terlihat Bryan dan Dita sedang membeli softdrink.
Aku membunyikan klakson dengan nada agak marah. Emyla hanya tertawa.
Sesampainya dikampus, aku tidak
menegur Bryan sama sekali seolah aku tidak suka dia meninggalkan ku pagi ini.
Ia datang menemuiku saat aku hampir tiba di kelas. Dia menarik tangan ku dan menjelaskan
apa yang sesungguhnya terjadi. Aku memberikan isyarat anggukan kepala dan pamit
untuk menjemput Emyla.
Saat aku menjemput Emyla di
perpustakaan, aku bertemu Dita. Aku hanya melewatinya tanpa berbicara sepatah
kata pun. Aku mulai yakin untuk berubah memperjuangkan Emyla. Aku mulai
membalas respon baik Emyla terhadap ku. Memperjuangkan Emyla yang sudah jelas
menerima ku apa adanya merupakan keputusan yang tepat bagiku. Kami semakin
sering terlihat tampil berdua walau sebenarnya bayangan Dita masih ada dibenak
ku. Hampir setiap pagi aku berangkat ke kampus bersama Emyla, keserasian mulai
terbangun. Aku semakin nyaman dengan Emyla walau sebenarnya aku sedikit risih
dengan sikapnya yang agresif. Emyla selalu membuatku tertawa dengan tingkah
anehnya. Lelucon yang segar dan selalu menyemangati hariku.
Suatu malam, aku sengaja stalking akun ask.fm milik Emyla. Benar
saja, dia selalu menjawab pertanyaan dan dikaitkan dengan ku. Dan tidak sengaja,
aku melihat akun milik Dita. Dengan perasaan biasa, aku membaca setiap
pertanyaan yang dijawabnya. Hingga semakin jauh jawabannya semakin menjurus
kepada seseorang yang sudah lama ia sukai namun tak berani mengungkapkan karena
seseorang itu sudah lebih dulu dekat dengan perempuan lain, semakin penasaran karena
pada awalnya aku memang menyukai Dita, jantungku tak stabil berdetak. Aku tak
sabar menunggu pagi.
Setelah
pagi tiba, aku langsung bergegas menuju kampus tanpa menjemput Emyla seperti
biasanya. Dan meminta penjelasan yang sebenarnya dari Bryan, dengan pertanyaan
yang mendesak, akhirnya Bryan mengaku bahwa selama ini Dita menyimpan perasaan
kepada ku. Tanpa memperdulikan Bryan, aku langsung mencari Dita. Ia duduk
sendiri sambil menggigit cokelat, aku langsung menanyakan tentang penemuanku
tadi malam. Dita berusaha mengelak, namun karena aku terus mendesak akhirnya ia
megaku bahwa orang yang diceritakannya di ask.fm adalah aku. Karena terlalu
bahagia, akhirnya aku langsung menyatakan cinta kepada Dita. Namun tak ku duga, Dita menolak ku dengan alasan tak ingin merebut posisi Emyla yang jelas-jelas
tidak ada hubungan dengan ku. Aku sudah menjelaskan semua yang terjadi. Namun Dita tetap dengan jawabannya. Aku berusaha menerima kenyataan yang sedikit lagi
ku genggam. Aku tersadar bahwa segala yang kita inginkan tidak akan terwujud
tanpa perjuangan yang kuat. Semua akan mengalir pada skenario Tuhan, karena
cinta tahu dimana rumahnya.
Komentar
Posting Komentar